
A. Wanita Usia Subur (WUS)
Menurut Depkes RI (2004), Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih
dalam usia reproduktif, yaitu antara usia 15 – 49 tahun, dengan status belum
menikah, menikah, atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai Organ Reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga
lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45
tahun. Usia subur Wanita berlangsung lebih cepat apabila dibandingkan dengan
pria. Adapun puncak kesuburan adalah usia 20 – 29 tahun yang memiliki
kesempatan 95 % untuk terjadinya kehamilan. Saat wanita berusia sekita 30 tahun
presentase untuk menyebabkan kehamilan menurun hingga 90%. Sedangkan saat
berusia 40 tahun kesempatan untuk terjadinya kehamilan menurun menjadi 40%.
Sedangkan setelah mendekati usia 50 tahun, wanita hanya mempunyai kesempatan
hamil dengan prosentase 10%.
Masa reproduksi sehat
wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-19 tahun)
merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35 tahun)
merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan, dan kurun reproduksi tua (36-45
tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan.
B. Kontrasepsi
1.
Pengertian
Keluarga berencana adalah usaha untuk
mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal
tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun
menunda kehamilan. Cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan
dan perencanaan keluarga (Sulistyawati, 2011).
Kontrasepsi berasal dari kata
kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi yaitu pertemuan antara
sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang dapat
mengakibatkan terjadinya kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari dan
mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang
matang dengan sel sperma (Hartanto,2004).
Kontrasepsi
adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat
sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan
menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati, 2010).
2.
Memilih Kontrasepsi
Menurut
Proverawati (2010) persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu
metode kontrasepsi yang ideal yaitu :
a.
Berdaya guna
b.
Aman
c.
Murah
d.
Estetik
e.
Mudah didapatkan
f.
Tidak memerlukan motivasi yang terus-menerus
g.
Efek samping minimal
3.
Daya guna kontrasepsi
Menurut Wiknjosastro
(2005) Kontrasepsi terdiri atas 3 daya guna, yaitu :
a.
Daya
guna teoritis atau fisiologik (theoretical effectiveness)
Daya guna teoritis merupakan kemampuan
suatu cara kontrasepsi bila dipakai dengan tepat sesuai dengan instruksi dan
tanpa kelalaian.
b.
Daya
guna pemakaian (use effectiveness)
Daya guna pemakaian merupakan
perlindungan terhadap konsepsi yang ternyata pada kehidupan sehari-hari
dipengaruhi oleh faktor ketidak hati-hatian, tidak taat asas, motivasi, keadaan
sosial ekonomi budaya, pendidikan dan lain-lain.
c.
Daya
guna demografik (demographic effectiveness)
Daya guna demografik menunjukkan seberapa banyak kontrasepsi yang
diperlukan untuk mencegah kelahiran.
4.
Jenis-jenis kontrasepsi
Jenis-jenis kontrasepsi menurut
Oesman (2009), berdasarkan kandungan dan lama efektivitasnya yaitu :
a. Jenis-jenis
kontrasepsi berdasarkan kandungannya yang tersedia antara lain :
1) Kontrasepsi hormonal
seperti pil, suntik, implant dan akhir-akhir ini
diperkenalkan IUD-mirena atau LNG-IUS.
2) Kontrasepsi
non-hormonal seperti kondom, IUD-TCu, dan metode kontrasepsi mantap (MOP,MOW).
b. Berdasarkan lama
efektivitasnya, kontrasepsi dibagi menjadi :
1) MKJP (Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis
susuk atau implant, IUD (Intra Uterine
Device), MOP (metode operasi pria), dan MOW (metode operasi wanita).
2) Non MKJP (Non Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adala kondom,
pil, suntik dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MJKP.
5.
Faktor-faktor dalam pemilihan metode kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi akseptor dalam memilih metode
kontrasepsi, diantaranya yaitu :
a. Faktor pasangan dan motivasi :
1)
Umur
2)
Gaya
hidup
3)
Frekuensi
senggama
4)
Jumlah
keluarga yang diinginkan
5)
Pengalaman
dengan metode kontrasepsi yang lalu
b. Faktor kesehatan :
1)
Status
kesehatan
2)
Riwayat
haid
3)
Riwayat
keluarga
4)
Pemeriksaan
fisik dan panggul
c. Faktor metode kontrasepsi :
1)
Efektivitas
2)
Efek
samping
3)
Biaya
C. Implant
1.
Pengertian
Implant/susuk
KB adalah salah satu jenis kontrasepsi yang pemakaiannya yaitu dengan cara
memasukkan tabung kecil dibawah kulit pada bagian tangan yang dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan (Proverawati, 2010).
Susuk atau implant merupakan salah
satu metode kontrasepsi yang efektif berjangka waktu 2-5 tahun. Kontrasepsi ini
terdiri dari 6 batang susuk yang lembut dan terbuat dari sejenis materi karet
elastis yang mengandung hormon. Lokasi pemasangan adalah pada lengan atas
melalui suatu tindakan operasi kecil. Khasiat kontraseptif jenis susuk jenis
ini timbul beberapa jam setelah insersi, sedangkan tingkat kesuburan atau
fertilitas akan kembali segera setelah pencabutannya (Anggraeni dan Matrini,
2011).
2.
Jenis-Jenis Implant
Menurut Anggraeni dan Martini (2011)
di Indonesia dikenal beberapa jenis implant, yaitu :
a.
Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lebut berongga
dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b.
Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan
panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg
keto-desogestrel dan lama kertjanya 3 tahun.
c.
Jadena dan indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi
dengan 75 mg levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun.
d.
Sinoplan.
3.
Profil
a.
Efektif lima tahun untuk norplant dan tiga tahun untuk
Jadena, Indoplant, atau Implanon.
b.
Nyaman untuk digunakan.
c.
Dapat digunakan oleh semua perempuan dalam usia
reproduksi.
d.
Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan.
e.
Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut
f.
Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur,
perdarahan bercak, dan amenore.
g.
Aman dipakai pada masa laktasi (Sulistyawati, 2011).
4.
Efektivitas
a. Angka kegagalan Norplant
: < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama. Ini lebih rendah
dibandingkan kontrasepsi oral, IUD dan metode barier.
b. Efektivitas Norplant
berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun ke-6 kira-kira 2,5-3%
akseptor menjadi hamil.
c. Norplant 2 sama
efektifnya seperti Norplant, untuk waktu 3 tahun pertama. Semula diharapkan
Norplant 2 juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi kenyataannya setelah
pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan
dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, yaitu 5-6%. Penyebabnya belum
jelas, disangka terjadi penurunan dalam pelepasan hormonnya (Anggraeni dan
Martini, 2011).
5.
Cara kerja
a.
Lendir serviks menjadi kental.
b.
Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit
terjadi implantasi.
c.
Mengurangi transportasi sperma
d.
Menekan ovulasi (Sulistyawati, 2011).
6.
Keuntungan
Menurut Sulistyawati (2011), terdapat beberapa
keuntungan :
a.
Segi kontrasepsi :
1) Daya guna tinggi.
2) Perlindungan jangka
panjang (sampai lima tahun).
3) Pengembalian tingkat
kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
4) Tidak memerlukan
pemeriksaan dalam.
5) Bebas dari pengaruh
estrogen.
6) Tidak mengganggu
aktivitas seksual.
7) Tidak mengganggu
produksi ASI.
8) Klien hanya perlu
kembali ke klinik bila ada keluhan.
9) Dapat dicabut setiap
saat sesuai dengan kebutuhan.
b.
Segi nonkontrasepsi :
1)
Mengurangi nyeri haid.
2)
Mengurangi jumlah darah haid.
3)
Mengurangi/memperbaiki anemia.
4)
Melindungi terjadinya kanker endometrium.
5)
Menurunkan angka kejadian tumor jinak payudara.
6)
Menurunkan angka kejadian endometriosis.
7.
Kerugian
Menurut Anggraeni dan Martini (2011), terdapat beberapa kerugian, antara lain :
a. Tidak memberikan efek
protektif terhadap penyakit Menular Seksual, termasuk AIDS.
b. Membutuhkan tindak
pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.
c. Akseptor tidak dapat
menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai keinginan, akan tetapi
harus pergi ke klinik untuk pencabutan.
d. Dapat mepengaruhi baik
penurunan maupun kenaikan berat badan.
e. Memiliki semua resiko
sebagai layaknya setiap tindak bedah minor (infeksi, hematoma, dan perdarahan).
f. Secara kosmetik susuk
Norplant dapat terlihat dari luar.
g. Pada kebanyakan klien
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola daur haid :
1)
Perdarahan bercak (spotting),
atau ketidakteraturan daur.
2)
Hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid
(lazimnya berkurang dengan sendirinya setelah bulan pertama masa penggunaan).
3)
Amenorea (20%) untuk beberapa bulan atau tahun.
h. Timbulnya
keluhan-keluhan yang mungkin berhubungan dengan pemakaian susuk Norplant,
seperti :
1) Nyeri kepala.
2) Perubahan perasaan
(mood) atau kegelisahan (nervousness).
3) Peningkatan atau
penurunan berat badan.
4) Nyeri payudara.
5) Perasaan mual (nausea).
6) Pening/pusing kepala.
7) Dermatitis atau jerawat.
8) Hirsutismus.
i.
Pada wanita yang pernah mengalami terjadinya kista
ovarium, maka penggunaan susuk Norplant tidak memberikan jaminan pencegahan
terbentuknya kembali kista ovarium dikemudian hari.
8.
Penanganan efek samping yang umum
Menurut Handayani (2010), penanganan yang
dilakukan apabila terjadi efek samping yang dialami ibu antara lain :
a.
Amenorea
Yakinkan ibu bahwa hal itu adalah biasa, bukan merupakan efek samping yang
serius. Evaluasi untuk mengetahui apakah ada kehamilan, terutama jika terjadi
amenorea setelah masa siklus haid yang teratur. Jika tidak ditemui masalah,
jangan berupaya untuk merangsang perdarahan dengan kontrasepsi oral kombinasi.
b.
Perdarahan bercak (spotting) ringan
Spotting sering ditemukan terutama pada tahun pertama penggunaan. Bila
tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Bila
klien mengeluh dapat diberikan :
1)
Kontrasepsi oral kombinasi (30-50µg EE) selama 1 siklus,
atau
2)
Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali sehari x 5 hari)
Terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan
setelah pil kombinasi habis.
Bila terjadi perdarahan lebih banyak
dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi selama 3-7 hari dan dilanjutkan
dengan satu siklus pil kombinasi.
c.
Pertambahan atau kehilangan berat badan (perubahan nafsu
makan)
Informasikan bahwa kenaikan/penurunan BB sebanyak 1-2 kg dapat saja
terjadi. Perhatikan diet klien bila perubahan BB terlalu mencolok. Bila BB
berlebihan, hentikan dan anjurkan metode kontrasepsi yang lain.
d.
Ekspulsi
Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih ditempat,
dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi
dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada
tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan
pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau ganti cara.
e.
Infeksi pada daerah insersi
Bila infeksi tanpa nanah : bersihkan dengan sabun dan air atau antiseptic,
berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implant jangan dilepas dan minta
klien kontrol 1 minggu lagi. Bila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang
baru dilengan yang lain atau ganti cara.
Bila abses : bersihkan dengan antiseptic, insisi dan alirkan pus keluar,
cabut implant, lakukan perawatan luka, beri antibiotika oral 7 hari.
9.
Indikasi atau yang boleh menggunakan
Indikasi pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011) dapat dilakukan pada:
a.
Perempuan pada usia reproduksi.
b.
Telah memilki anak ataupun yang belum.
c.
Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi
dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
d.
Menyusui dan menghendaki kontrasepsi.
e.
Pascapersalinan dan tidak menyusui.
f.
Pascakeguguran.
g.
Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
h.
Riwayat kehamilan ektopik.
i.
Tekanan darah dibawah 180/100 mmHg, dengan masalah
pembekuan darah ataupun anemia bulan sabit (sickle
cell).
j.
Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi
hormonal yang mengandung estrogen.
k.
Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.
10. Kontraindikasi atau yang tidak
boleh menggunakan
Kontraindikasi pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011), yaitu :
a.
Hamil atau diduga hamil.
b.
Perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya.
c.
Memiliki benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker
payudara.
d.
Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid
yang terjadi.
e.
Memiliki miom uterus atau kanker payudara.
f.
Mengalami gangguan toleransi glukosa.
11. Waktu penggunaan
Waktu mulai penggunaan Implant yang tepat menurut Sulistyawati (2011) :
a.
Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari
kle-7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan.
b.
Insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat
diyakini tidak terjadi kehamilan. Apabila insersi setelah hari ke-7 siklus
haid, klien dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, atau menggunakan
metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja
c.
Apabila klien haid, insersi dapat dilakukan setiap saat,
dengan syarat diyakini tidak terjadi kehamilan, klien dianjurkan tidak
melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh
hari saja.
d.
Apabila menyusui antara enam minggu sampai enam bulan
pascapersalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Apabila menyusui penuh,
klien tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi lain.
e.
Apabila setelah enam minggu melahirkan dan telah terjadi
haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, klien dianjurkan untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama tujuh hari atau menggunakan metode
kontrasepsi lain untuk tujuh hari.
f.
Apabila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin
menggantinya dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat, degan syarat
diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien menggunakan kontrasepsi
terdahulu dengan benar.
g.
Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntik,
implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi suntik. Tidak diperlukan
metode kontrasepsi lain.
h.
Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi
hormonal (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan norplant, insersi dapat dilakukan setiap
saat, dengan syarat diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai
datangnya haid berikutnya.
i.
Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien
ingin menggantinya dengan implant, maka dapat diinsersikan pada saat haid hari
ke-7 dan klien dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual selama tujuh hari
atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja. AKDR segera
dicabut.
j.
Pascakeguguran, implant dapat segera diinsersikan.
12. Jadwal kunjungan kembali
ke klinik
Klien tidak perlu
kembali ke klinik, kecuali jika ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut
implant. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implant dipasang bila
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Sulistyawati, 2011) :
a. Amenore yang disertai
nyeri perut bagian bawah.
b. Perdarahan dengan jumlah
yang banyak.
c. Rasa nyeri pada lengan.
d. Luka bekas insisi
mengeluarkan darah atau nanah.
e. Ekspulsi dari batang implant.
f. Sakit kepala hebat atau
penglihatan menjadi kabur.
g. Nyeri dada hebat.
h.
Dugaan adanya kehamilan.
13. Pencabutan (ekstraksi) Implant
a.
Indikasi :
1)
Atas permintaan akseptor (apabila menginginkan hamil
lagi).
2)
Timbulnya efek samping yang sangat mengganggu dan tidak
dapat diatasi dengan pengobatan biasa.
3)
Sudah habis masa pemakaiannya.
4)
Terjadi kehamilan.
b.
Teknik pencabutan implant
Mengeluarkan implant umumnya lebih
sulit daripada insersi persoalan dapat timbulnya implant dipasang terlalu dalam
atau bila timbul jaringan fibrous di sekeliling implant (Handayani, 2011).
14.
Instruksi untuk klien
Hal-hal penting yang
perlu diketahui oleh klien pasca pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011), antara lain :
a.
Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih
selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada luka
insisi.
b.
Perlu dijelaskan bahwa mungkin akan terasa sedikit perih,
pembengkakan atau lembab pada daerah insisi, tetapi hal ini tidak perlu
dikhawatirkan.
c.
Pekerjaan rutin harian tetap dapat dilakukan. Namun
hindari benturan, gesekan, atau penekanan pada daerah insersi.
d.
Balutan penekan tetap ditinggalkan selama 48 jam,
sedangkan plester tetap dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya lima hari).
e.
Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan
dicuci dengan tekanan yang wajar.
f.
Apabila ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti
demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama beberapa hari, segera
kembali ke klinik.
15.
Informasi umum
Beberapa informasi
umum pasca pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011), yaitu :
a.
Efek kontrasepsi timbul beberapa jam setelah insersi dan
berlangsung hingga lima tahun untuk norplant
dan tiga tahun bagi susuk implanon, dan akan berakhir sesaat setelah
pengangkatan.
b.
Sering ditemukan gangguan pola haid, terutama pada 6-12
bulan pertama. Beberapa perempuan mungkin akan mengalami berhentinya haid sama
sekali.
c.
Obat-obat tuberkulosis atau obat epilepsi dapat
menurunkan efektivitas implant.
d.
Efek samping yang berhubungan dengan implant dapat berupa
sakit kepala, penambahan berat badan, dan nyeri payudara. Efek-efek samping ini
tidak berbahaya dan biasanya akan hilang dengan sendirinya.
e.
Norplant dicabut setelah lima
tahun pemakaian, susuk implanon dicabut setelah tiga tahun, dan bila di
kehendaki dapat dicabut lebih awal.
f.
Apabila norplant dicabut
sebelum lima tahun dan susuk implanon sebelum tiga tahun, kemungkinan hamil
sangat besar, dan meningkatkan resiko kehamilan ektopik.
g.
Berikan kartu yang ditulis nama, tanggal insersi, tempat
insersi, dan nama klinik pada klien.
h.
Implant tidak melindungi klien dari infeksi menular
seksual, termasuk AIDS. Apabila pemasangannya memiliki resiko, maka perlu
menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.
D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi
implant
1.
Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak
mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap
masalah yang dihadapi (Notoatmodjo, 2010).
a.
Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1)
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari / rangsangan yang telah diterima, oleh sebab ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2)
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginteraksikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek / materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
3)
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi / kondisi dipelajari pada situasi /kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi / penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks / situasi yang lalu.
4)
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan / suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, danmasih ada
kaitannya satu sama lain.
5)
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan. Menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6)
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Wawan (2010), antara lain :
1) Pendidikan
Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka
dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.
2) Pekerjaan
Lingkungan
pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3) Umur
Dengan
bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang
semakin matang dan dewasa.
4) Minat
Minat
diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.
5) Pengalaman
Pengalaman
adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya
ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan
atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada
individu secara subjektif.
6) Informasi
Kemudahan
seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid, 2007)
c.
Cara memperoleh
pengetahuan
Ada dua macam cara menurut Notoatmodjo (2010) yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, yakni :
1)
Cara Memperoleh Kebenaran
Nonilmiah
Cara
kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,
sebelum di temukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non
ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
a)
Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan bebrapa kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka di coba
kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan
keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut terpecahkan
b)
Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran
secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.
c)
Cara Kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas, yakni orang
yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuwan.
d)
Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman
adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun
dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi pada masa yang lalu.
e)
Cara Akal Sehat (Common
Sense)
f)
Kebenaran Melalui Wahyu
g)
Melalui Jalan Pikiran
Sejalan
dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut
berkembang. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
2)
Cara Ilmiah dalam Memperoleh
Pengetahuan
Cara
baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis,
logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih
popular disebut metodologi penelitian (research methodology).
2.
Umur
Menurut Sarwono (2005), umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Umur
bekaitan dengan kedewasaan psikologis yaitu semakin mampu menentukan kematangan
jiwa, befikir normal dan mengendalikan emosi. Dengan bertambahnya umur
seseorang semakin tinggi pula keingintahuan sehingga pengetahuan juga semakin
bertambah (Susilawati, 2013).
Umur atau usia adalah keadaan yang menunjukkan lamanya hidup seseorang yang
biasanya dihitung sejak hari lahirnya yang dinyatakan dalam tahun (departemen
pendidikan dan kebudayaan). Umur seorang wanita menjadi indikator penting dalam
masa reproduksinya terutama dalam upaya untuk menentukan dan mengatur kapan
mereka ingin hamil dan melahirkan. Karena menurut sarwono tahun 2005, umur ibu
pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan
kehamilan sampai proses persalinan. Ini dapat dilihat dari faktor-faktor resiko
kehamilan antara umur <20 tahun atau >35 tahun (Susilawati, 2013).
Menurut Susilawati (2013), dalam kehidupan wanita dapat dikelompokkan atas
3 kelompok berdasarkan masa reproduksi :
a.
Masa reproduksi muda yaitu umur <20 tahun.
b.
Masa reproduksi sehat yaitu umur 20-35 tahun.
c.
Masa reproduksi tua yaitu umur >35 tahun.
Menurut Hanafi (2004) dalam Susilawati (2013), dalam program KB Nasional
untuk menyelamatkan ibu dan anak akan melahirkan pada usia muda dan melahirkan
pada usia tua, maka ditempuh kebijaksanaan yang dikategorikan dalam 3 fase
yaitu :
a.
Fase menunda atau mencegah kahamilan bagi pasangan usia subur dengan istri
berumur < 20 tahun, dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
b.
Fase menjarangkan kehamilannya bagi pasangan usia subur dengan istri
berumur 20 – 35 tahun yang merupakan masa paling baik untuk melahirkan dengan
jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran antara 2 sampai 4 tahun.
c.
Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan bagi pasangan usia subur dengan
istri berumur >35 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan setelah
mempunyai 2 orang anak.
Menurut
Hartanto (2004)
pelayanan kontrasepsi diupayakan untuk menurunkan angka kelahiran yang
bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan
mengkategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran, yaitu :
a.
Fase
menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun dengan
menggunakan kontrasepsi pil oral, kondom, IUD mini.
b.
Fase
menjarangkan kehamilan bagi PUS dengan usia istri antara 20 – 35 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang
dan jarak antara kelahiran adalah 2- 4 tahun, dengan menggunakan kontrasepsi
IUD sebagai pilihan utama.
c.
Fase
menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan periode umur di atas 35
tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak, dengan pilihan
utama adalah kontrasepsi mantap.
3.
Minat
Pada setiap orang,
minat berperan sangat penting dalam kehidupannya. Minat mempunyai dampak yang
besar atas perilaku dan sikap orang tersebut (Suharyat, 2013).
Definisi minat menurut Slameto (2010) adalah suatu rasa suka
dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh
dan cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap hal atau
aktivitas tersebut (Mursid, 2012).
Menurut Agus Sujanto (2004) minat sebagai suatu pemusatan perhatian yang tidak
disengaja terlahir dengan penuh kemauannya dan tergantung dari bakat serta
lingkungannya (Mursid, 2012).
Minat dapat
diartikan pula sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan
bertindak terhadap orang, aktivitas, atau situasi yang menjadi objek dari minat
tersebut dengan disertai perasaan senang (Suharyat, 2013).
4.
Dukungan Suami
Dukungan adalah menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 dalam Fitri (2012)
“Merupakan hal yang ikut serta dalam suatu kegiatan”.
Sedangkan menurut Notoatmodjo tahun 2005 dalam Fitri (2012) keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang mempunyai kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan saling
ketergantungan satu sama lainnya.
Hartanto (2003) dalam Fitri (2012) mengatakan bahwa seorang wanita apabila
menggunakan kontrasepsi tidak akan dipakai apabila tidak ada kerja sama dengan
suami. Hal tersebut merupakan metode kesadaran akan fertilitas yang sangat
membutuhkan kerja sama dan saling percaya antara suami istri. Seorang istri
dalam menggunakan kontrasepsi ideal nya apabila : memilih metode kontrasepsi
yang terbaik, saling bekerja sama dalam pemilihan/pemakaian kontrasepsi,
membiayai biaya untuk kontrasepsi serta sama-sama memperhatikan tanda bahaya
dari pemakaian kontrasepsi tersebut.
Dukungan suami sangat berpengaruh
besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang
akan dipakai. Selain peran penting dalam mendukung
mengambil keputusan, peran suami dalam memberikan informasi juga sangat
berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga
kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal
minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang
tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan
berperan bagi istri saat akan atau telah
memakai alat kontrasepsi (Musdalifah, 2013).
Besarnya peran suami akan sangat
membantunya dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi
bukan hanya urusan wanita (istri) saja. Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang
yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan
memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami
menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau
kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi
dalam hal ini lebih banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan
yang sesuai (Musdalifah, 2013).
Friedman (1998) dan Sarwono (2007) dalam Musdalifah (2013)
mengatakan bahwa ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga
menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari
pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap
keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta
apabila hubungan interpersonal keduanya baik.
Sumber referensinya ada? Khususnya yg masa reproduksi sehat wanita.
BalasHapusThx anw.