Kamis, 13 Maret 2014

TINJAUAN PUSTAKA



BAB II

A.      Wanita Usia Subur (WUS)
Menurut Depkes RI (2004), Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif, yaitu antara usia 15 – 49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai Organ Reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45 tahun. Usia subur Wanita berlangsung lebih cepat apabila dibandingkan dengan pria. Adapun puncak kesuburan adalah usia 20 – 29 tahun yang memiliki kesempatan 95 % untuk terjadinya kehamilan. Saat wanita berusia sekita 30 tahun presentase untuk menyebabkan kehamilan menurun hingga 90%. Sedangkan saat berusia 40 tahun kesempatan untuk terjadinya kehamilan menurun menjadi 40%. Sedangkan setelah mendekati usia 50 tahun, wanita hanya mempunyai kesempatan hamil dengan prosentase 10%.
Masa reproduksi sehat wanita dibagi menjadi 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan, dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan.


B.       Kontrasepsi
1.         Pengertian
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga (Sulistyawati, 2011).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi yaitu pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari dan mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma (Hartanto,2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati, 2010).
2.         Memilih Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010) persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang ideal yaitu :
a.    Berdaya guna
b.    Aman
c.    Murah
d.   Estetik
e.    Mudah didapatkan
f.     Tidak memerlukan motivasi yang terus-menerus
g.    Efek samping minimal
3.         Daya guna kontrasepsi
Menurut Wiknjosastro (2005) Kontrasepsi terdiri atas 3 daya guna, yaitu :
a.    Daya guna teoritis atau fisiologik (theoretical effectiveness)
Daya guna teoritis merupakan kemampuan suatu cara kontrasepsi bila dipakai dengan tepat sesuai dengan instruksi dan tanpa kelalaian.
b.    Daya guna pemakaian (use effectiveness)
Daya guna pemakaian merupakan perlindungan terhadap konsepsi yang ternyata pada kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh faktor ketidak hati-hatian, tidak taat asas, motivasi, keadaan sosial ekonomi budaya, pendidikan dan lain-lain.
c.    Daya guna demografik (demographic effectiveness)
Daya guna demografik menunjukkan seberapa banyak kontrasepsi yang diperlukan untuk mencegah kelahiran.
4.         Jenis-jenis kontrasepsi
Jenis-jenis kontrasepsi menurut Oesman (2009), berdasarkan kandungan dan lama efektivitasnya yaitu :
a.       Jenis-jenis kontrasepsi berdasarkan kandungannya yang tersedia antara lain :
1)      Kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik, implant dan akhir-akhir ini diperkenalkan IUD-mirena atau LNG-IUS.
2)      Kontrasepsi non-hormonal seperti kondom, IUD-TCu, dan metode kontrasepsi mantap (MOP,MOW).
b.      Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dibagi menjadi :
1)      MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk atau implant, IUD (Intra Uterine Device), MOP (metode operasi pria), dan MOW (metode operasi wanita).
2)      Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adala kondom, pil, suntik dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MJKP.
5.         Faktor-faktor dalam pemilihan metode kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akseptor dalam memilih  metode kontrasepsi, diantaranya yaitu :
a.       Faktor pasangan dan motivasi :
1)        Umur
2)        Gaya hidup
3)        Frekuensi senggama
4)        Jumlah keluarga yang diinginkan
5)        Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu

b.      Faktor kesehatan :
1)        Status kesehatan
2)        Riwayat haid
3)        Riwayat keluarga
4)        Pemeriksaan fisik dan panggul
c.       Faktor metode kontrasepsi :
1)        Efektivitas
2)        Efek samping
3)        Biaya

C.      Implant
1.         Pengertian
Implant/susuk KB adalah salah satu jenis kontrasepsi yang pemakaiannya yaitu dengan cara memasukkan tabung kecil dibawah kulit pada bagian tangan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (Proverawati, 2010).
Susuk atau implant merupakan salah satu metode kontrasepsi yang efektif berjangka waktu 2-5 tahun. Kontrasepsi ini terdiri dari 6 batang susuk yang lembut dan terbuat dari sejenis materi karet elastis yang mengandung hormon. Lokasi pemasangan adalah pada lengan atas melalui suatu tindakan operasi kecil. Khasiat kontraseptif jenis susuk jenis ini timbul beberapa jam setelah insersi, sedangkan tingkat kesuburan atau fertilitas akan kembali segera setelah pencabutannya (Anggraeni dan Matrini, 2011).
2.         Jenis-Jenis Implant
Menurut Anggraeni dan Martini (2011) di Indonesia dikenal beberapa jenis implant, yaitu :
a.         Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lebut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b.        Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg keto-desogestrel dan lama kertjanya 3 tahun.
c.         Jadena dan indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun.
d.        Sinoplan.
3.         Profil
a.         Efektif lima tahun untuk norplant dan tiga tahun untuk Jadena, Indoplant, atau Implanon.
b.        Nyaman untuk digunakan.
c.         Dapat digunakan oleh semua perempuan dalam usia reproduksi.
d.        Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan.
e.         Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut
f.         Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenore.
g.        Aman dipakai pada masa laktasi (Sulistyawati, 2011).
4.         Efektivitas
a.       Angka kegagalan Norplant : < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama. Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD dan metode barier.
b.      Efektivitas Norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun ke-6 kira-kira 2,5-3% akseptor menjadi hamil.
c.       Norplant 2 sama efektifnya seperti Norplant, untuk waktu 3 tahun pertama. Semula diharapkan Norplant 2 juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi kenyataannya setelah pemakaian 3 tahun  terjadi kehamilan dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, yaitu 5-6%. Penyebabnya belum jelas, disangka terjadi penurunan dalam pelepasan hormonnya (Anggraeni dan Martini, 2011).
5.         Cara kerja
a.         Lendir serviks menjadi kental.
b.        Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi.
c.         Mengurangi transportasi sperma
d.        Menekan ovulasi (Sulistyawati, 2011).
6.           Keuntungan
Menurut Sulistyawati (2011), terdapat beberapa keuntungan :
a.         Segi kontrasepsi :
1)      Daya guna tinggi.
2)      Perlindungan jangka panjang (sampai lima tahun).
3)      Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
4)      Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
5)      Bebas dari pengaruh estrogen.
6)      Tidak mengganggu aktivitas seksual.
7)      Tidak mengganggu produksi ASI.
8)      Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
9)      Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
b.        Segi nonkontrasepsi :
1)      Mengurangi nyeri haid.
2)      Mengurangi jumlah darah haid.
3)      Mengurangi/memperbaiki anemia.
4)      Melindungi terjadinya kanker endometrium.
5)      Menurunkan angka kejadian tumor jinak payudara.
6)      Menurunkan angka kejadian endometriosis.
7.         Kerugian
Menurut Anggraeni dan Martini (2011), terdapat beberapa kerugian, antara lain :
a.       Tidak memberikan efek protektif terhadap penyakit Menular Seksual, termasuk AIDS.
b.      Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.
c.       Akseptor tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan.
d.      Dapat mepengaruhi baik penurunan maupun kenaikan berat badan.
e.       Memiliki semua resiko sebagai layaknya setiap tindak bedah minor (infeksi, hematoma, dan perdarahan).
f.       Secara kosmetik susuk Norplant dapat terlihat dari luar.
g.      Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola daur haid :
1)      Perdarahan bercak (spotting), atau ketidakteraturan daur.
2)      Hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid (lazimnya berkurang dengan sendirinya setelah bulan pertama masa penggunaan).
3)      Amenorea (20%) untuk beberapa bulan atau tahun.
h.      Timbulnya keluhan-keluhan yang mungkin berhubungan dengan pemakaian susuk Norplant, seperti :
1)      Nyeri kepala.
2)      Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness).
3)      Peningkatan atau penurunan berat badan.
4)      Nyeri payudara.
5)      Perasaan mual (nausea).
6)      Pening/pusing kepala.
7)      Dermatitis atau jerawat.
8)      Hirsutismus.
i.        Pada wanita yang pernah mengalami terjadinya kista ovarium, maka penggunaan susuk Norplant tidak memberikan jaminan pencegahan terbentuknya kembali kista ovarium dikemudian hari.
8.         Penanganan efek samping yang umum
Menurut Handayani (2010), penanganan yang dilakukan apabila terjadi efek samping yang dialami ibu antara lain :
a.         Amenorea
Yakinkan ibu bahwa hal itu adalah biasa, bukan merupakan efek samping yang serius. Evaluasi untuk mengetahui apakah ada kehamilan, terutama jika terjadi amenorea setelah masa siklus haid yang teratur. Jika tidak ditemui masalah, jangan berupaya untuk merangsang perdarahan dengan kontrasepsi oral kombinasi.
b.        Perdarahan bercak (spotting) ringan
Spotting sering ditemukan terutama pada tahun pertama penggunaan. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Bila klien mengeluh dapat diberikan :
1)        Kontrasepsi oral kombinasi (30-50µg EE) selama 1 siklus, atau
2)        Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali sehari x 5 hari)
Terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.
Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi selama 3-7 hari dan dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi.
c.         Pertambahan atau kehilangan berat badan (perubahan nafsu makan)
Informasikan bahwa kenaikan/penurunan BB sebanyak 1-2 kg dapat saja terjadi. Perhatikan diet klien bila perubahan BB terlalu mencolok. Bila BB berlebihan, hentikan dan anjurkan metode kontrasepsi yang lain.
d.        Ekspulsi
Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih ditempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau ganti cara.
e.         Infeksi pada daerah insersi
Bila infeksi tanpa nanah : bersihkan dengan sabun dan air atau antiseptic, berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implant jangan dilepas dan minta klien kontrol 1 minggu lagi. Bila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru dilengan yang lain atau ganti cara.
Bila abses : bersihkan dengan antiseptic, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka, beri antibiotika oral 7 hari.


9.         Indikasi atau yang boleh menggunakan
Indikasi pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011) dapat dilakukan pada:
a.         Perempuan pada usia reproduksi.
b.        Telah memilki anak ataupun yang belum.
c.         Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
d.        Menyusui dan menghendaki kontrasepsi.
e.         Pascapersalinan dan tidak menyusui.
f.         Pascakeguguran.
g.        Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
h.        Riwayat kehamilan ektopik.
i.          Tekanan darah dibawah 180/100 mmHg, dengan masalah pembekuan darah ataupun anemia bulan sabit (sickle cell).
j.          Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.
k.        Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.
10.     Kontraindikasi atau yang tidak boleh menggunakan
Kontraindikasi pemasangan Implant  menurut Sulistyawati  (2011), yaitu :
a.         Hamil atau diduga hamil.
b.        Perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c.         Memiliki benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
d.        Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
e.         Memiliki miom uterus atau kanker payudara.
f.         Mengalami gangguan toleransi glukosa.
11.     Waktu penggunaan
Waktu mulai penggunaan Implant yang tepat menurut Sulistyawati (2011) :
a.         Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari kle-7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan.
b.        Insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini tidak terjadi kehamilan. Apabila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual, atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja
c.         Apabila klien haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini tidak terjadi kehamilan, klien dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja.
d.        Apabila menyusui antara enam minggu sampai enam bulan pascapersalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Apabila menyusui penuh, klien tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi lain.
e.         Apabila setelah enam minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, klien dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama tujuh hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari.
f.         Apabila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat, degan syarat diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar.
g.        Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntik, implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi suntik. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain.
h.        Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi hormonal (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan norplant, insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya.
i.          Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implant, maka dapat diinsersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual selama tujuh hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari saja. AKDR segera dicabut.
j.          Pascakeguguran, implant dapat segera diinsersikan.


12.     Jadwal kunjungan kembali ke klinik
Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali jika ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal-hal sebagai berikut (Sulistyawati, 2011) :
a.    Amenore yang disertai nyeri perut bagian bawah.
b.    Perdarahan dengan jumlah yang banyak.
c.    Rasa nyeri pada lengan.
d.   Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah.
e.    Ekspulsi dari batang implant.
f.     Sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur.
g.    Nyeri dada hebat.
h.    Dugaan adanya kehamilan.
13.     Pencabutan (ekstraksi) Implant
a.         Indikasi :
1)      Atas permintaan akseptor (apabila menginginkan hamil lagi).
2)      Timbulnya efek samping yang sangat mengganggu dan tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa.
3)      Sudah habis masa pemakaiannya.
4)      Terjadi kehamilan.



b.        Teknik pencabutan implant
Mengeluarkan implant umumnya lebih sulit daripada insersi persoalan dapat timbulnya implant dipasang terlalu dalam atau bila timbul jaringan fibrous di sekeliling implant (Handayani, 2011).
14.     Instruksi untuk klien
Hal-hal penting yang perlu diketahui oleh klien pasca pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011), antara lain :
a.         Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada luka insisi.
b.        Perlu dijelaskan bahwa mungkin akan terasa sedikit perih, pembengkakan atau lembab pada daerah insisi, tetapi hal ini tidak perlu dikhawatirkan.
c.         Pekerjaan rutin harian tetap dapat dilakukan. Namun hindari benturan, gesekan, atau penekanan pada daerah insersi.
d.        Balutan penekan tetap ditinggalkan selama 48 jam, sedangkan plester tetap dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya lima hari).
e.         Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang wajar.
f.         Apabila ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama beberapa hari, segera kembali ke klinik.


15.     Informasi umum
Beberapa informasi umum pasca pemasangan Implant menurut Sulistyawati (2011), yaitu :
a.         Efek kontrasepsi timbul beberapa jam setelah insersi dan berlangsung hingga lima tahun untuk norplant dan tiga tahun bagi susuk implanon, dan akan berakhir sesaat setelah pengangkatan.
b.        Sering ditemukan gangguan pola haid, terutama pada 6-12 bulan pertama. Beberapa perempuan mungkin akan mengalami berhentinya haid sama sekali.
c.         Obat-obat tuberkulosis atau obat epilepsi dapat menurunkan efektivitas implant.
d.        Efek samping yang berhubungan dengan implant dapat berupa sakit kepala, penambahan berat badan, dan nyeri payudara. Efek-efek samping ini tidak berbahaya dan biasanya akan hilang dengan sendirinya.
e.         Norplant dicabut setelah lima tahun pemakaian, susuk implanon dicabut setelah tiga tahun, dan bila di kehendaki dapat dicabut lebih awal.
f.         Apabila norplant dicabut sebelum lima tahun dan susuk implanon sebelum tiga tahun, kemungkinan hamil sangat besar, dan meningkatkan resiko kehamilan ektopik.
g.        Berikan kartu yang ditulis nama, tanggal insersi, tempat insersi, dan nama klinik pada klien.
h.        Implant tidak melindungi klien dari infeksi menular seksual, termasuk AIDS. Apabila pemasangannya memiliki resiko, maka perlu menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.

D.    Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi implant
1.      Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi (Notoatmodjo, 2010).
a.         Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1)        Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari / rangsangan yang telah diterima, oleh sebab ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2)        Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginteraksikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek / materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3)        Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi / kondisi dipelajari pada situasi /kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi / penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks / situasi yang lalu.
4)        Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan / suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, danmasih ada kaitannya satu sama lain.
5)        Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan. Menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6)        Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang  menurut Wawan (2010), antara lain :
1)    Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.
2)    Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3)    Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4)    Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.
5)    Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6)    Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid, 2007)
c.       Cara memperoleh pengetahuan
Ada dua macam cara menurut Notoatmodjo (2010) yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, yakni :
1)        Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum di temukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
a)             Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan bebrapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka di coba kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut terpecahkan
b)             Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.
c)             Cara Kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuwan.
d)            Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
e)             Cara Akal Sehat (Common Sense)
f)              Kebenaran Melalui Wahyu
g)             Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
2)        Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology).

2.      Umur
Menurut Sarwono (2005), umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Umur bekaitan dengan kedewasaan psikologis yaitu semakin mampu menentukan kematangan jiwa, befikir normal dan mengendalikan emosi. Dengan bertambahnya umur seseorang semakin tinggi pula keingintahuan sehingga pengetahuan juga semakin bertambah (Susilawati, 2013).
Umur atau usia adalah keadaan yang menunjukkan lamanya hidup seseorang yang biasanya dihitung sejak hari lahirnya yang dinyatakan dalam tahun (departemen pendidikan dan kebudayaan). Umur seorang wanita menjadi indikator penting dalam masa reproduksinya terutama dalam upaya untuk menentukan dan mengatur kapan mereka ingin hamil dan melahirkan. Karena menurut sarwono tahun 2005, umur ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan kehamilan sampai proses persalinan. Ini dapat dilihat dari faktor-faktor resiko kehamilan antara umur <20 tahun atau >35 tahun (Susilawati, 2013).
Menurut Susilawati (2013), dalam kehidupan wanita dapat dikelompokkan atas 3 kelompok berdasarkan masa reproduksi :
a.       Masa reproduksi muda yaitu umur <20 tahun.
b.      Masa reproduksi sehat yaitu umur 20-35 tahun.
c.       Masa reproduksi tua yaitu umur >35 tahun.
Menurut Hanafi (2004) dalam Susilawati (2013), dalam program KB Nasional untuk menyelamatkan ibu dan anak akan melahirkan pada usia muda dan melahirkan pada usia tua, maka ditempuh kebijaksanaan yang dikategorikan dalam 3 fase yaitu :
a.       Fase menunda atau mencegah kahamilan bagi pasangan usia subur dengan istri berumur < 20 tahun, dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
b.      Fase menjarangkan kehamilannya bagi pasangan usia subur dengan istri berumur 20 – 35 tahun yang merupakan masa paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran antara 2 sampai 4 tahun.
c.       Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan bagi pasangan usia subur dengan istri berumur >35 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak.
Menurut Hartanto (2004) pelayanan kontrasepsi diupayakan untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran, yaitu :
a.       Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun dengan menggunakan kontrasepsi pil oral, kondom, IUD mini.
b.        Fase menjarangkan kehamilan bagi PUS dengan usia istri antara 20 – 35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2- 4 tahun, dengan menggunakan kontrasepsi IUD sebagai pilihan utama.
c.         Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan periode umur di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak, dengan pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.




3.        Minat
Pada setiap orang, minat berperan sangat penting dalam kehidupannya. Minat mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap orang tersebut (Suharyat, 2013).
Definisi minat menurut Slameto (2010) adalah suatu rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh dan cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap hal atau aktivitas tersebut (Mursid, 2012). Menurut Agus Sujanto (2004) minat sebagai suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja terlahir dengan penuh kemauannya dan tergantung dari bakat serta lingkungannya (Mursid, 2012).
Minat dapat diartikan pula sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas, atau situasi yang menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang (Suharyat, 2013).

4.        Dukungan Suami
Dukungan adalah menurut kamus bahasa Indonesia tahun 1995 dalam Fitri (2012) “Merupakan hal yang ikut serta dalam suatu kegiatan”.
Sedangkan menurut Notoatmodjo tahun 2005 dalam Fitri (2012) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang mempunyai kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan saling ketergantungan satu sama lainnya.
Hartanto (2003) dalam Fitri (2012) mengatakan bahwa seorang wanita apabila menggunakan kontrasepsi tidak akan dipakai apabila tidak ada kerja sama dengan suami. Hal tersebut merupakan metode kesadaran akan fertilitas yang sangat membutuhkan kerja sama dan saling percaya antara suami istri. Seorang istri dalam menggunakan kontrasepsi ideal nya apabila : memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling bekerja sama dalam pemilihan/pemakaian kontrasepsi, membiayai biaya untuk kontrasepsi serta sama-sama memperhatikan tanda bahaya dari pemakaian kontrasepsi tersebut.
Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai. Selain peran penting dalam mendukung mengambil keputusan, peran suami dalam memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obat atau jadwal untuk kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan berperan bagi istri saat akan atau telah  memakai alat kontrasepsi (Musdalifah, 2013).
Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri) saja. Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi dalam hal ini lebih banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai (Musdalifah, 2013).
Friedman (1998) dan Sarwono (2007) dalam Musdalifah (2013) mengatakan bahwa ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik.